Kebut Revisi UU Pilkada, DPR Dianggap Mengangkangi Putusan MK
Rabu, 21 Agustus 2024 - 23:16:15 WIB
|
Foto kompas.com |
SULUHRIAU - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Charles Simabura menilai, Undang-Undang (UU) Pilkada yang kini direvisi DPR RI layak dianggap sebagai UU yang mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Charles sebagai respons atas tindakan pemerintah dan DPR hari ini, yang mendadak merevisi UU Pilkada melalui rapat Badan Legislasi (Baleg) untuk merespons putusan MK atas UU Pilkada.
“Kalau kemudian dibuat seperti yang dikhawatirkan itu, bertentangan dengan putusan MK. Ini akan dianggap UU yang membangkang atau kemudian mengangkangi putusan MK,” ujar Charles saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).
Selain itu, kata Charles, Revisi UU Pilkada yang tak berpedoman dengan putusan MK sangat layak untuk dibatalkan pengesahannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melalui uji materi di MK atas beleid tersebut.
Potensi pembatalan juga terbuka lebar karena hakim konstitusi bisa menyimpulkan UU itu bertentangan dengan perintah putusan MK sebelumnya.
"Pasti masyarakat akan maju lagi ke MK, dan pasti akan mengajukan permohonan untuk pembatalan lagi. Kemudian potensi untuk dibatalkan itu menjadi lebih besar, karena dianggap sebagai UU yang mengangkangi putusan MK,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Badan Legislasi DPR akan merevisi UU Pilkada pada Rabu hari ini setelah MK memutus judicial review atas UU Pilkada pada Selasa (20/8/2024) kemarin. Dalam putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 MK melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas.com, revisi UU Pilkada akan dilakukan secara kilat. Rapat kerja akan digelar pada Rabu pukul 10.00 WIB, dilanjutkan rapat panitia kerja pembahasan revisi UU Pilkada pada pukul 13.00 WIB, dan akan diputuskan pada Rabu pukul 19.00 WIB.
Sejauh rapat kerja Badan Legislasi untuk revisi UU Pilkada siang tadi, DPR sudah mendesain atas dua putusan MK kemarin.
Pertama, mengembalikan ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah pileg sebelumnya, suatu beleid yang dengan tegas sudah diputus MK bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua, mengembalikan batas usia minimal calon kepala daerah terhitung sejak pelantikan, meskipun MK kemarin menegaskan bahwa titik hitung harus diambil pada penetapan pasangan calon oleh KPU. (kompas.com)
Komentar Anda :