ASSALAMUALAIKUN Warohmatullahi wabarokatuhu...
Mau nanya ustazah...
Apakah berdosa seorang anak gadis yang sudah dewasa tapi celana atau darah haidnya masih dicuci sama org tua?
Jawab
Alaikumm salam Warohmatullahi wabarokatuhu...
Darah haid hukumnya adalah najis dengan ijma’ seluruh ulama. Hadits 189:
هّثمَتْقُهُهُه
هّحتُه
تْحقَتِهَتْقَتَتْقَتُهِهُهَتاَتَت
اِهْقَتِه اْق
تْقَتْقََتاَتََِِِِْكَُتاْتْقَتاَتْق اِقُتَتٌةِهْتى اَْمِهِّه صلى الله عليه وسلمَتْتاْتْقِهْقَتاَتاُهْهُْه تْثقِتَت
هّثمَهْتِّهَِهُْه.
هّثمَتَقَت هُح ه
هَتاَقْها.
Dari Asma' Binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: “Ada seorang wanita datang kepada Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu wanita ini berkata: ‘Salah seorang dari kami bajunya terkena darah
haid, bagaimana ia melakukan terhadap bajunya itu Wahai Rasulullah?’ Maka kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Dikerik, kemudian disiram dengan air (diguyur dikit-dikit), kemudian kamu cuci, kamudian kamu shalat dengan menggunakan baju tersebut." (HR. Muslim).
Di sini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan bagaimana cara mencuci darah haid. Dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya mengatakan cuci saja dengan air, tapi Nabi menyebutkan untuk dibersihkan dulu darah haidnya dengan dikerik, baru kemudian dibilas sedikit demi sedikit sambil dikucek-kucek, kemudian baru dicuci dengan air.
Menjawab pertanyaan di atas, apakah ada dalil dalam Al-Quran maupun Hadis yang menyebutkan hal ini? Dan kalau berdosa seperti apa?
Menghukumi halal dan haram terhadap suatu perkara harus memiliki landasan dalilnya, karena hak
menetapkannya adalah milik Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Seseorang tidak boleh menetapkan syariat perintah, larangan, halal, dan haram semaunya sendiri. Sementara tidak kami temukan hukum khusus
berkaitan dengan pertanyaan.
Maksudnya perkara tersebut tidak diatur oleh syariat secara rinci, artinya tidak ada hukum khusus berkaitan dengan, "Dosakah, kalau seorang anak yang celana dalamnya masih dicucikan oleh ibu kandungnya?.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Dan Dia mendiamkan beberapa perkara sebagai rahmat untuk kalian, bukan karena lupa, karenanya janganlah bertanya-tanya tentangnya." (HR.
Daaruquthni dan selainnya, dinyatakan hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab dalam Jami' al-Ulum).
Imam al-Hakim meriwayatkan dengan sanad shahih, dari hadits Abu Darda', dari Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam, beliau bersabda: "Apa yang Allah halalkan dalam kitab-NYa maka ia halal, dan apa yang Dia
haramkan maka itu haram.
Semenatar yang Dia diamkan maka itu dimaafkan (keringanan), maka terimalah keringanan dari Allah itu, karena sesungguhnya Allah tidak lupa terhadap sesuatu apapun." Kemudian beliau membaca ayat, "Dan tidaklah Tuhanmu lupa." (QS. Maryam: 64).
Namun, hal tersebut menjadi dosa karena melihat dari sisi etika, bahwa tidak pantas celana dalam anak gadis yang sudah besar dan sudah haid masih dicucikan oleh ibunya. Apalagi kalau dengan memaksanya, maka ini tindakan yang kurang benar dan bisa jadi termasuk dalam tindakan durhaka kepada orang tua.
Lain hal jika kondisi anak yang tidak memungkinkan seperti sakit atau cacat dan lainnya yang tidak
memungkinkan bagi anak mencuci sendiri celana dalam atau darah haidnya maka itu tidak apa-apa,
bahkan sang ibu akan dapat pahala karena memberikan kebaikan kepada orang lain.
Jadi persoalan dosanya bukan pada hukum mencuci pakaian dalamnya, tapi seorang anak yang masih
memperbudak ibunya. Meminta ibunya untuk mencucikan pakaian anaknya, dan ini berlaku bukan
hanya pada pakaian dalam saja.
Seharusnya, seorang anak yang sudah besar dia berbakti kepada orang tuanya, meringankan beban,
membantu pekerjaan, dan mencukupkan kebutuhan mereka. Semua ini sebagai bentuk Birrul Walidain, berbakti kepada orang tua yang sangat-sangat diperintahkan oleh Islam.
Disisi lain, sebagai orang tua apakah berdosa mencucikan celana dalam atau darah haid anaknya
sendiri?.
Mungkin kita pernah menemui orang tua yang selalu siap siaga melayani kebutuhan anak-anaknya.
Bahkan, tidak membiarkan sang anak melakukan tugas-tugas rumah sederhana, seperti mencuci baju,
bahkan mencuci celana dalam anaknya.
Dalam ilmu psikologi hal ini disebut dengan orang tua yang menerapkan pola asuh Helicopter Parents oleh Holly Schiffrin , profesor Jurusan Ilmu Psikologi di Universitas Mary Baldwin di Fredericksburg, Virginia. Dia menjelaskan, “Helicopter Parenting adalah keterlibatan orang tua dalam mengurusi anaknya secara berlebihan.”
Perilaku orang tua yang berlebihan dalam mengurus kebutuhan anaknya bahkan hal-hal yang privasi
bagi seseorang seperti mencuci pakaian dalam, ini sebenarnya tidak membantu sang anak mengembangkan kemampuan praktisnya dan malah merusak sang anak. Anak menjadi pribadi yang labil
tidak bisa memecahkan masalahnya sendiri, meningkatkan risiko depresi dan rasa cemas.
Lalu bagaimana anak tersebut bisa menjalani kehidupannya di masa depan seperti hidup berumah tangga, memiliki, merawat dan membesarkan anak-anaknya apabila dari kecil pembiasaan mengurus hal-hal privasi tersebut tidak pernah dia lakukan.
Apabila niat baik sang ibu malah berdampak negatif bagi kehidupan anaknya, maka bisa jadi justru
ibulah yang berdosa karena telah menjerumuskan anaknya kepada tabiat yang tidak baik.
Oleh karena itu, dilihat dari dua sisi, baik itu dari sisi anak ataupun ibu, permasalahan ini tergolong perkara yang tidak dianjurkan, walaupun secara detail tidak ada dalil yang menyebutkan baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Wallahu a’lam bishshowab.
________
Penulis adalah Hj. Azhariah, Lc. MA
Penyuluh Agama Kementerian Agama Kota Pekanbaru.
Komentar Anda :