Mengapa Bagian Anak Laki-laki Dalam Warisan Lebih Besar?
Jumat, 12 Juli 2024 - 09:17:20 WIB
|
Ustadz H. Suryandi Bonar Temala, Lc, MA.
|
ASSALAMUALAIKUM Warahmatullahi wabarakatuh...
Izin bertanya ustadz, mengapa bagian anak lelaki dalam waris lebih besar?
Jawab:
Waalaikum salam warahmatullah wabarakatuh...
Dituliskan Allah Swt, dasar hukum dari bagian anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan adalah ayat Alquran surat An-Nisa ayat 11, sehingga secara hukum bagian itu sudah menjadi sebuah ketentuan dari Allah Swt.
Namun, jika kita bertanya tentang hikmah apa yang ada di dalam perintah tersebut kenapa bagian lelaki lebih besar daripada perempuan, maka dapat dilihat dari perspektif kebutuhan dasar manusia itu sendiri.
Islam adalah agama yang mengajarkan keadilan dan tanggungjawab, sehingga tidak ada satu pun hukum yang ditetapkan di dalamnya bertujuan untuk menzolimi orang lain atau merugikan posisinya.
Banyak yang menuduh Islam sangat diskriminatif terhadap wanita di dalam bagian hukum waris, dimana anak perempuan hanya mendapatkan separuh dari besarnya bagian laki-laki tanpa mau melihat lebih jauh apa tanggungjawab dan hikmah di balik hukum tersebut.
Jikalau kita mau melihat lebih adil, dalam hukum waris Islam tidak selamanya wanita mendapatkan bagian setengah dari laki-laki, adakalanya mereka mendapatkan bagian yang sama seperti, bagian saudara laki-laki dan perempuan dari pihak ibu atau bagian ayah dan ibu si mayit (ketika ada anak laki-laki si mayit), atau bagian kakek dan nenek yang semua nya sama besar antara laki-laki dan perempuan.
Adapun dalam kondisi anak laki-laki dan perempuan, maka anak laki-laki mendapatkan bagian lebih karena mereka memiliki beban dan tanggungjawab lebih besar.
Bagi seorang anak perempuan ia tidak memiliki beban nafkah atau tanggungjawab terhadap saudara laki-laki atau suaminya, mereka lah yang diberi nafkah dan mahar. Harta dan kekayaan mereka itu khusus milik mereka tidak diganggu sama sekali. Sedangkan anak laki-laki memiliki beban dan tanggungjawab nafkah dan mahar.
Ketika seorang lelaki meninggal, maka otomatis tanggungjawab nafkah istri yang menjadi janda beralih kepada anak laki-lakinya (jika ia sudah baligh dan berakal), begitu juga nafkah anak perempuan si mayit menjadi tanggungjawab si anak laki-laki (saudara si anak perempuan).
Hal ini sesuai dengan Sabda Baginda Nabi صلى الله عليه وسلم . yang diriwayatkan Imam Ibnu Hibban :
Artinya : Artinya : Tangan pemberi itu (berada) di atas, mulai lah (memberi) dari orang yang menjadi tanggungan mu, Ibu mu, ayah mu, saudari mu, saudara mu kemudian orang yang di bawah tanggungan mu. (HR. Ibnu Hibban).
Maka dapat dibayangkan jikalau harta warisan itu tidak lebih besar, tentu di sini anak laki-laki akan merasakan beban ekonomi yang sangat besar dalam nafkah ibu dan saudarinya ditambah lagi nafkah keluarganya sendiri (seperti anak dan istrinya) atau ketika hendak melamar seorang wanita menjadi istri dia pun harus membayarkan mahar wanita tersebut.
Jika kita adil dalam melihat kondisi seperti ini, maka kita akan melihat betapa indah nya syariat Islam itu dalam memberikan hak dan kewajiban atas seseorang. Setiap rupiah harta yang dilebihkan berbanding lurus dengan kewajiban yang mesti dia tunaikan. Wallahu a'lam. ***
________
Penulis Ustadz H. Suryandi Bonar Temala, Lc, MA. (Penyuluh Agama Kecamatan Senapelan dan Penulis Buku 13 Kesalahan Fatal Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia)
Komentar Anda :