Minggu, 05 Mei 2024
Jepang Juara Piala Asia U23 2024, Putus Rekor Uzbekistan | DPD PKS Pekanbaru Rekomendasikan DR Muhammad Ikhsan Balon Walikota ke DPP | KPU Riau Siap Mutakhirkan 4.854.034 DP4 untuk Pilkada 2024 | Keji, Suami Pelaku Mutilasi Istri Sempat Tawarkan Daging Korban ke Ketua RT | Hebat!, 10 ribu Penari Riau Pecahkan Rekor Muri di Gebyar BBI BBWI Provinsi Riau 2024 | Gebyar BBI/BBWI dan Lancang Kuning Carnival Prov Riau Perhelatan Spektakuler, Pj Gubri: Ini Potensi
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Pemberdayaan Zakat Fitrah

Religi - - Sabtu, 06/04/2024 - 12:11:58 WIB

ZAKAT fitrah adala zakat yang sebab diwa- jibkanya adalah futhur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan.

Zakat fitrah berbeda dengan zakat-zakat lainnya, sebab zakat fitrah adalah zakat atas badan, zakat atas diri, dan atau zakat atas kepala, sedangkan zakat-zakat lainnya adalah zakat atas harta.

Oleh karena itulah maka syarat-syarat zakat seperti nishab dan haul tidak disyaratkan dalam zakat fitrah.
Zakat fitrah diwajibkan atas setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, merdeka maupun budak, besar maupun kecil, bahkan wajib bagi bayi yang baru lahir dan orang sakit yang mendekati ajal sekalipun, yang memiliki kelebihan makanan bagi diri dan keluarganya pada tanggal 1 Syawal.

Zakat Fitrah adalah zakat wajib yang bersifat universal, tanpa memandang gender, jenis kelamin, status so- cial, suku bangsa, maupun umur. Setiap orang wajib menunaikan zakat fitrah.

Zakat fitrah diwajibkan untuk mensucikan or- ang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya. Hal ini sesuai hadits Nabi:

Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan perkataan yang kotor serta untuk memberi makan orang-orang miskin.

Barang siapa melaksana- kannya sebelum pelaksanaan sholat Ied, maka itu termasuk zakat yang diterima. Dan barang siapa yang melaksanakan setelah shalat Ied, maka itu diterima sebagai shodaqah biasa.

Zakat fitrah tersebut adalah makanan pokok dari suatu daerah, dengan demikian Di Indonesia Zakat fitrah pada umumnya adalah dalam bentuk beras, dengan kualitas yang sama dengan beras yang dikonsumsi sehari-hari, yang ukurannya adalah satu sho’ kurma atau gandum, atau sama dengan 2,5 Kg beras dan dapat dibayarkan dengan uang senilai 2,5 Kg beras tersebut.

Syarat Wajibnya

Zakat fitrah diwajibkan atas orang-orang yang memenuhi syarat, yaitu Islam; masih hidup ketika matahari terbenam pada hari terakhir bulan Ramadhan atau menjelang malam Idul Fitri mempunyai kelebihan makanan pokok untuk diri dan keluarganya yang menjadi tanggungannya pada malam Idul Fitri dan siang harinya.

Orang-orang yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut di atas, maka yang bersang- kutan mempunyai kewajiban untuk membayar zakat fitrah atas dirinya dan atas diri orang yang menjadi tanggungannya, seperti zakat fitrah istri- nya, orang tuanya, anak-anaknya, dan orang yang menjadi tanggungannya.

Namun demikian, yang bersangkutan tidak berkewajiban membayar zakat fitrah orang yang bekerja untuknya, kecuali setelah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan, sebab yang bersangkutan bukan menjadi tanggungannya.

Ia hanya berkewajiban membayar upahnya, sedangkan yang berkewajiban membayar zakat fitrahnya adalah dirinya sendiri atau orangtuanya.

Jika seseorang tidak mempunyai kelebihan makanan pada malam harti raya dan untuk siang harinya, maka gugurlah kewajibannya membayar zakat fitrah, baik zakat fitrah dirinya maupun ke- luarga yang menjadi tanggungannya.

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan wajib. Imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Tsauri dan Imam Malik dalam salah satu riwayatnya menyatakan, “zakat itu wajib dengan sebab terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan, karena zakat fitrah itu diwajibkan untuk mensucikan orang berpuasa, sedangkan puasa itu berakhir dengan terbenamnya matahari, yang karenanya wajib zakat fitrah itu.

Abu Hanifah dan sahabatnya, Laits, Abu Tsaur dan Imam Malik dalam salah satu riwayatnya berpendapat, bahwa zakat fitrah itu wajib dengan sebab terbitnya fajar di hari raya karena zakat fitrah itu ibadah yang berhubungan dengan hari raya. Tidak boleh kewajibannya mendahului hari raya seperti qurban pada hari raya Idul Adha.

Namun demikian para Ulama membolehkan mendahulukan membayar zakat fitrah pada permu- laan bulan Ramadhan seperti pendapat Imam Syafi’i, Imam Hanafi lebih longgar lagi dengan memperbolehkan membayar zakat fitrah, bersa- maan dengan membayar zakat harta.

Zaid berpendapat justru lebih longgar lagi, yaitu boleh mempercepat walaupun sampai dengan dua tahun seperti zakat harta.

Waktu pembayaran zakat fitrah dapat diklasi- fikasikan menjadi sebagai berikut : Pertama, Waktu yang diperbolehkan (mubah), yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan

Waktu Pembayaran

Ulama Islam telah sepakat bahwa zakat fitrah itu wajib dengan sebab lebaran pada bulan Rama- dhan, sebagaiman Hadits Nabi “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan”.

Para ulama berbeda pendapat tentang batasan wajib. Imam Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Tsauri dan Imam Malik dalam salah satu riwayatnya menyatakan, “zakat itu wajib dengan sebab terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramadhan, karena zakat fitrah itu diwajibkan untuk mensucikan orang berpuasa, sedangkan puasa itu berakhir dengan terbenamnya matahari, yang karenanya wajib zakat fitrah itu.

Abu Hanifah dan sahabatnya, Laits, Abu Tsaur dan Imam Malik dalam salah satu riwayatnya berpendapat, bahwa zakat fitrah itu wajib dengan sebab terbitnya fajar di hari raya karena zakat fitrah itu ibadah yang berhubungan dengan hari raya. Tidak boleh kewajibannya mendahului hari raya seperti qurban pada hari raya Idul Adha.

Namun demikian para ulama membolehkan mendahulukan membayar zakat fitrah pada permu- laan bulan Ramadhan seperti pendapat Imam Syafi’i, Imam Hanafi lebih longgar lagi dengan memperbolehkan membayar zakat fitrah, bersa- maan dengan membayar zakat harta.

Zaid berpendapat justru lebih longgar lagi, yaitu boleh mempercepat walaupun sampai dengan dua tahun seperti zakat harta.

Waktu pembayaran zakat fitrah dapat diklasi- fikasikan menjadi sebagai berikut :

Pertama, Wlwaktu yang diperbolehkan (mubah), yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.

Kedua, waktu wajib, yaitu semenjak matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan.

Ketiga, waktu afdhal, yaitu sesudah sholat subuh sampai dengan sebelum sholat Idul Fitri.

Keempat, waktu makruh, yaitu membayar zakat fitrah sesudah shalat Idul Fitri sampai sebelum terbenamnya matahari pada awal hari raya.

Kelima, waktu haram, yaitu membayar zakat fitrah setelah matahari terbenam saat hari raya Idul Fitri.

Sasaran Zakat Fitrah

Secara umum sasaran pendistribusian zakat fitrah adalah delapan asnaf, sebagaimana yang telah diatur dalam Surat At-Taubah ayat 60, yaitu faqir, miskin, amil, muallaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, sabilillah, dan yang sedang dalam perjalanan lalu kehabisan bekal.

Namun demikian, para ulama berpendapat bahwa zakat fitrah diberikan dengan prioritas fakir miskin sesuai bunyi salah satu hadits:
Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan perkataan yang kotor serta untuk memberi makan orang-orang miskin.

Namun demikian pendapat yang masyhur dari mazhab Syafi’i, bahwa wajib mengeluarkan zakat fitrah kepada golongan orang yang berhak menerima zakat yaitu asnaf delatan, sesuai Al-Qur’an surat At Taubah ayat 60. Imam Malik dan Ibnu Qoyyim berpendapat sebaliknya, yaitu zakat fitrah hanya diberikan kepada fakir miskin, tidak boleh kepada yang lainnya.

Imam Malik hanya menyatakan, apabila di suatu negara tidak ada fakir miskin, maka dapat dipindahkan ke negara tetangga dengan ongkos dari orang yang mengeluarkan zakat, bukan diambil dari zakat, supaya tidak berkurang jumlahnya.

Hal ini berarti, bahwa pendistribusian zakat fitrah hanya diperbolehkan diberikan kepada mustahik di daerah tempat tinggal muzakki, dan tidak boleh dipindahkan dari satu daerah ke daerah lain. Kalaupun harus dipindahkan, itu berarti bahwa tidak ada lagi mustahik di daerah itu.
Wallahu a’lam. ***


____________
Penulis: Dr. H. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A.
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved