Sabtu, 27 April 2024
Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis! | Peringatan 78 Tahun TNI AU Masyarakat Riau akan Disuguhi Aneka Atraksi di Lanud Roesmin Nurjadin | SULUHRIAU, Pekanbaru – Ribuan pendaftar calon anggota Polri dari 12 kabupaten/kota memenyhi halama | Sumringahnya Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024 setelah Kalahka Korsel Melalui Adu Penalti
 
Politik
Gugat UU ke MK, Kader PDIP-NasDem Mau Pemilu Mencoblos Partai Bukan Caleg

Politik - - Jumat, 18/11/2022 - 08:36:48 WIB

SULUHRIAU- Kader PDIP dan NasDem mengajukan uji materi atau judicial review terhadap sejumlah Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Mereka menggugat pasal yang mengatur pemungutan suara dilakukan dengan mencoblos calon anggota legislatif atau sistem proporsional terbuka. Mereka ingin proporsional tertutup yang diterapkan.

Sejumlah Pasal yang digugat yaitu Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf b, Pasal 386 ayat 2 huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat 2, dan Pasal 426 ayat 3 UU Pemilu.

Pemohon atas nama Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok).

Mereka menggandeng pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.

"Menyatakan frasa 'terbuka' pada Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar pemohon dalam salinan permohonan dikutip dari laman MK, Kamis (17/11/2022).

Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu berbunyi: "Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka."

Norma-norma hukum dalam Pasal yang dilakukan uji materi menurut pemohon mengatur begitu besar peranan individu dalam Pemilu padahal mereka menggunakan partai politik dalam prosesnya.

"Adanya frasa proporsional terbuka, nomor urut, nama calon dan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbanyak menunjukkan kekuatan perseorangan dalam proses Pemilu," kata pemohon.

Pemohon memandang kekuatan dan pengaruh individu dalam proses Pemilu yang begitu besar cenderung mengarah pada populisme semata yang membahayakan bentuk negara dalam hal ini bentuk negara kesatuan.

Hal itu terlihat pada Pemilu 2019 di mana polarisasi masyarakat dan penggalangan massa oleh individu populis telah mengoyak rasa persatuan dan kesatuan masyarakat.

"Hal ini bisa terjadi karena orang-orang memiliki hasrat untuk menjadi populer yang demi menggalang dukungan tanpa melalui seleksi dan kaderisasi terlebih dahulu melalui sistem yang demokratis dan taat konstitusi dalam setiap langkahnya," terang pemohon.

Menurut pemohon, norma yang mengatur mengenai norma proporsional terbuka yang mengarusutamakan perolehan suara terbanyak secara perseorangan/individu dalam pemilihan calon anggota DPR/DPRD pada Pemilu menyimpangi maksud dari norma-norma yang ditentukan konstitusi.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat 3 dan Pasal 19 UUD 1945 yang menerangkan bahwa anggota DPR/DPRD dipilih dalam Pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.

Namun, peranan partai politik terdistorsi dan terlihat samar-samar dalam sistem pemilihan yang berdasarkan "suara terbanyak berdasarkan nomor urut dan nama calon."

"Hak pemohon I dan II sebagai kader partai politik yang dilindungi oleh konstitusi berpotensi dilanggar karena sistem proporsional terbuka menimbulkan persaingan tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal dalam proses Pemilu," kata pemohon.

Selain itu, berlakunya sistem proporsional terbuka juga dinilai merugikan warga negara yang aktif dalam proses pembangunan demokrasi di Indonesia.

"Menyatakan frasa 'proporsional' Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," kata pemohon dalam petitumnya.

Sumber:  CNNIndonesia.com
Editor: Jandri






 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved