SULUHRIAU, Meranti- Aksi demo menolak UU Ombinus Law Cipta Kerja massa tergabung dalam Gerakan mahasiswa pemuda dan rakyat (Gempar) di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Meranti, Jum'at (9/10/2020) sempat memanas dan rusuh.
Aksi yang diikuti sekitar 300 pemuda dan mahasiswa tersebut menolak Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR RI beberapa waktu yang lalu.
Adapun sejumlah organisasi yang tergabung dalam aksi tersebut diantaranya BEMSRI Korda Meranti, BEM AMIK, Demas STAI Selatpanjang, Universitas Terbuka, GAMALI, PMII, IMM, HMI, IPM dan IPMK2M.
Penyampaian aspirasi ini awalnya berjalan tertib. Massa aksi secara bergantian berorasi dan melantunkan lagu-lagu perjuangan, namun ada pihak pengunjuk rasa yang diduga provokator melempari gedung DPRD setempat dengan botol air mineral dan batu.
Selain itu ada salah satu pendemo merasa tidak terima ditegur sehingga aksi tersebut membuat suasana semakin memanas. Bahkan sempat terjadi dorong-dorongan antara massa aksi dan petugas kepolisian yang berjaga di halaman kantor dewan.
Kerusuhan juga terjadi saat massa meminta anggota dewan hadir lengkap 30 orang dalam aksi. Namun hal itu tidak bisa dipenuhi, karena sebagian wakil rakyat tersebut berdinas ke luar kota.
"Tenang, tenang teman-teman, jangan terprovokasi, jangan sampai melakukan tindakan anarkis. Kita disini menyampaikan aspirasi bukan untuk rusuh, jika ada yang melakukan pelemparan tadi, berarti sebagian ada yang menjadi penyusup dan provokator dan kita tidak tahu mereka darimana, yang jelas kedatangan kita disini untuk membela masyarakat," ujar koordinator lapangan, Barap Prakoso.
Sementara itu, dari pihak kepolisian juga terus mengontrol massa agar tetap tenang dan mengantisipasi terjadinya tindakan-tindakan anarkis. Ada 100 personil yang disiagakan.
Bahkan Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Eko Wimpianto bersama perwira lainnya seperti Kabag Ops, Kompol Joni Wardi, Kasat Reskrim AKP Prihadi Tri Saputra dan lainnya juga ikut menenangkan massa. Terlihat juga Danramil 002 Tebingtinggi, Mayor Arm Bismi Tambunan dan puluhan personil Satpol PP Kepulauan Meranti.
"Tenang-tenang, sampaikan baik-baik jangan melakukan tindakan yang anarkis ya," ujar Kabag Ops Polres Kepulauan Meranti, Kompol Joni Wardi saat berhadapan langsung dengan ratusan massa tersebut.
Dalam tuntutannya, mahasiswa menilai jika UU Cipta Kerja yang disahkan DPR tidak pro masyarakat dan terkesan menguntungkan kelompok tertentu.
Setelah berorasi selama beberapa jam, pendemo kemudian ditemui oleh Ketua DPRD Kepulauan Meranti, Ardiansyah. Bahkan politisi PAN itu sempat terkena lemparan batu.
Kemudian, perwakilan mahasiswa diajak untuk melakukan audiensi di dalam gedung kantor dewan. Ada 15 perwakilan yang diberikan masuk, diantaranya Ketua HMI Kepulauan Meranti, Waluyo, Koordinator Daerah BEM Riau, Idris M Ali, Koordinator Lapangan, Barap Prakoso dan mahasiswa lainnya. sementara diluar pihak pendemo terus saja berorasi.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, perwakilan massa aksi meminta DPRD Kepulauan Meranti menentukan sikap dan mendesak Presiden Jokowi mengeluarkan PERPUU pencabutan undang-undang Cipta kerja yang telah disahkan DPR RI.
Selain itu massa aksi juga meminta DPRD Kepulauan Meranti menyetujui semua poin-poin tuntutan aksi aliansi gempar Kabupaten Kepulauan Meranti.
Dan jika presiden tidak mengeluarkan Perpu terhitung 30 hari setelah undang-undang Cipta kerja disahkan oleh DPR RI maka DPR Kabupaten Kepulauan Meranti siap membantu aliansi gempar Kabupaten Kepulauan Meranti untuk melakukan judicial review di mahkamah konstitusi.
Setelah mendengarkan pernyataan sikap dari perwakilan massa aksi, Ketua DPRD, Ardiansyah yang didampingi Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Eko Wimpianto menegaskan dan menyatakan siap mendukung tuntutan masa aksi menolak undang-undang Cipta kerja yang sudah disahkan oleh DPR RI 5 Oktober lalu itu.
Dia pun mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPPU) atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI.
Dikatakan Ardiansyah tujuan Undang-Undang Omnibus Law yang diharapkan pemerintah mengundang investor datang dan membuka lapangan pekerjaan di Indonesia. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah orientasinya hanya pada sisi ekonomi semata. Sedangkan sektor lainnya diabaikan seperti lingkungan, sosial, budaya, hingga kesejahteraan pekerja.
Oleh karena itu dirinya menyatakan dengan tegas mendukung penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Bahkan dukungan tersebut kemudian disampaikan secara terbuka di depan massa aksi.
"Saya ketua DPRD Kepulauan Meranti mendukung apa yang telah dilakukan oleh mahasiswa ini. Saya juga prihatin dengan kondisi ini, saya pergi ke kantor naik becak dan tukang becak itu juga buruh dan itu buktinya saya peduli dengan kaum buruh, jadi jangan ragukan lagi kepedulian saya terhadap buruh.
Untuk itu saya mendukung upaya untuk menolak Undang Undang Cipta Kerja, hal-hal yang diperjuangkan mahasiswa saya dukung dengan sepenuh hati," tegas Ardiansyah yang disambut sorak massa aksi.
Ardiansyah juga langsung menyiapkan surat yang ditandatanganinya dengan menyatakan menolak secara tegas UU Cipta Kerja untuk disampaikan kepada Presiden RI.
Ardiansyah mengatakan bahwa UU Cipta Kerja akan berpengaruh negatif terhadap nasib para buruh.
"Buruh kita banyak yang susah, jangan disusahkan lagi karena undang-undang tersebut," ujarnya.
Ia juga mengaku, meskipun partainya mendukung Omnibus Law, dirinya tetap berpihak kepada aspirasi warga yang memilihnya dan menolak UU Cipta Kerja tersebut
Setelah ketua DPRD itu menyampaikan pernyataan sikapnya, para masa aksi membubarkan diri dengan tertib. Bahkan beberapa aksi terlihat membersihkan sampah yang berserakan. (tmy)