Bareskrim: Ahok Pejabat Publik, Penanganannya Tidak Boleh Salah
Rabu, 19 Oktober 2016 - 13:45:58 WIB
JAKARTA, Suluhriau- Bareskrim Polri terus mengusut kasus dugaan peninstaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkait pernyataannya tentang surat Al Maidah ayat 51 di Kabupaten Kepulauan Seribu pada Selasa, 27 September 2016 lalu.
Sejumlah ahli mulai dimintai keterangan oleh penyidik, meliputi ahli bahasa, agama, dan pidana.
Meski demikian, Polri menegaskan sangat berhati-hati dalam menyelidiki kasus ini, karena terkait dengan urusan agama yang sangat sensitif. Faktor Ahok sebagai pejabat publik juga menjadi pertimbangan kehati-hatian Polri.
"Kasus ini adalah pejabat publik yang penanganannya enggak boleh salah. Enggak boleh juga menegakkan hukum tapi melanggar hukum," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Agus Andrianto, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Berikut petikan lengkap wawancara dengan jenderal bintang satu itu terkait perkembangan terbaru kasus Ahok di Bareskrim:
Perkembangan kasus dugaan penistaan agama?
Masih nunggu hasil labfor. Kita terkendala dengan itu. Kalau kita mau konsultasi dengan ahli bahasa kan nunggu hasil itu. Sementara Minggu ini kita sudah koordinasi dengan staf Pemda DKI untuk klarifikasi dengan staf Gubernur yang waktu ikut ke pulau seribu
Akan dipanggil lurah atau camat setempat?
Belum penyidikan, masih penyelidikan. Kami panggil kalau sudah saat tindak pidana baru nanti kalau semua ahli yang kita periksa menguatkan itu baru kita gelar hasilnya seperti apa.
Hasil labfor keluar, konsultasi dengan ahli agama, bahasa dan pidana. Saya nunggu hasilnya, kalau sudah selesai dikirim.
Minta diprioritaskan?
Diprioritaskan. Karena kasusnya kasus atensi. Nanti kita kirim juga ke kejaksaan, ditelaah. Apakah itu ada unsur penistaannya apa enggak. Kemudian kalau ada beliau terbitkan SKB (Surar Keputusan Bersama) 3 menteri. Jaksa Agung, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
Yang diberikan ke labfor video dari Pemprov?
Video utuh dan video pendek (yang di upload oleh akun Si Buni Yani di Youtube). Bagaimana keasliannya ada tambahan atau tidak, ada pemotongan atau tidak.
Intinya, hukum bukan persepsi. Hukum juga bukan karena takut, tekanan. Itu tidak. Semua hasil pemeriksaan itu didasari dari keterangan ahli setelah forensik keluar. Sekarang ini zaman terbuka, kalau kita mau sembunyi-sembunyi kan juga enggak bisa.
Orang yang berpersepsi terhina bisa punya orang-orang yang ahli hukum artinya mereka sendiri punya kajian sendiri unsur pidananya seperti apa. Pasti tahulah langkah-langkah dan tahapan penyidikan. Artinya ya mohon aturan hukumnya seperti itu, kita semua ikuti. Kalau enggak ubah regulasinya, menurut saya.
Media kan bagian dari pendidikan masyarakat. Sampaikan kepada mereka tahapannya seperti ini. Kenapa? Karena ini menyangkut masalah agama. Masalah agama kan sensitif, jangan sampai masalah agama ini dibawa ke politik.
Kedua, kasus ini adalah pejabat publik yang penanganannya enggak boleh salah. Enggak boleh juga menegakkan hukum tapi melanggar hukum. Misalnya, orang mau ditegakkan hukum tapi dia menghina orang, sebenarnya dia sama berbuatnya. Ngerusak tanaman ya jangan. Jangan sampai menegakkan hukum melanggar hukum.
Ada laporan lagi?
Saya lagi suruh cek yang di Jawa Timur. Kita buat TR (telegram rahasia) ke polda-polda untuk supaya kalau ada laporan terkait itu kita tarik ke mabes. TR-nya baru kemarin kita kirim.
Sumber: Rimanews.com
Komentar Anda :