Kamis, 28 Maret 2024
303 Akademisi Ajukan Amicus Curiae, Minta MK Adil di Sengketa Pilpres | Nekat Bobol Warung, Seorang Remaja Tertangkap Warga dan Diserahkan ke Polsek Siak Hulu | Koramil 02 Rambah Kodim 0313/KPR Rohul Berbagi Takjil pada Masyarakat | Tak Patut Ditiru, Viral Video Pungli Trotoar untuk Hindari Kemacetan | Nuzul Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan | Guru SD Ditemukan Membusuk di Desa Rimbo Panjang, Diduga Ini Penyebab Korban Meninggal
 
OPINI

Masnur Marzuki, SH, LLM
Panwaslu Dari Mahasiswa

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan merekrut sejuta mahasiswa berbagai perguruan tinggi untuk menjadi relawan pengawas Pemilihan Umum 2014.

Relawan akan ditempatkan di tiap tempat pemungutan suara di daerah. Artinya, Bawaslu berkeinginan kuat untuk mewujudkan pemilu yang berwibawa, jujur dan bersih. Meskipun baru sebatas wacana dan rencana, tidak ada salahnya pula Bawaslu Riau mencoba menerapkan pendekatan tersebut pada Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Riau putaran kedua yang akan datang.

Bawaslu Riau bisa mengajukan proposal pilot project ke Bawaslu Pusat terkait rencana merekrut mahasiswa menjadi relawan pengawas pemilukada Riau putaran kedua. Tentu tidak ada salahnya mengajukan wacana perlunya pelibatan mahasiswa sebagai mitra pengawas pemilukada.

Sulit membantah bahwa pemilukada dewasa ini dihadapkan pada banyaknya gugatan-gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi terkait adanya kecurangan yang bersifat struktural, sistematis dan massif. Bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Muhamad Akil Mocthar, kini ditahan KPK karena dugaan suap manipulasi putusan hasil sengketa pemilukada di dua daerah, Lebak dan Gunung Mas.

Pelanggaran dalam pemilukada bisa saja dilakukan oleh peserta pemilukada maupun oleh penyelenggara pemilukada itu sendiri. Dengan begitu, keberadaan Bawaslu menjadi strategis untuk mencegah dan menindak terjadinya pelanggaran demi pelanggaran dalam Pemilukada.

Terlebih bila kerja strategis Bawaslu tersebut ditopang oleh komponen mahasiswa untuk ikut bersama-sama mengawasi seluruh rangkaian pemilukada.

Belajar dari Pemilukada putaran pertama, potensi kecurangan paling tinggi dan masif terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS dan PPS.
Menghadapi potensi tersebut, tidak memungkinkan bagi Bawaslu Propinsi Riau mengawasi tiap TPS dengan satu pengawas. Terlebih lagi Bawaslu Riau dihadapkan pada persoalan pendanaan yang minim.

Pada putaran pertama lalu dana Rp. 10 miliar sudah dinyatakan kurang oleh Bawaslu Riau, namun ternyata tidak ada penambahan dana dari APBD Perubahan 2013 ini. Karena itu, Bawaslu Riau perlu memikirkan metode baru yang akan diimplementasikan oleh Bawaslu Pusat yakni dengan merekrut mahasiswa menjadi relawan pengawasan Pemilu.

Sederhananya, strategi menempatkan mahasiswa sebagai mitra pengawas pemilukada menjadi sesuatu yang penting nilainya demi mengangkat citra dan kinerja Bawaslu Riau di tengah keterbatasan sumber daya manusia dan minimnya anggaran.

Bawaslu harus kreatif menyusun formula apik sehingga keterbatasan sumber daya manusia dan dana bukanlah menjadi hambatan melainkan batu pijakan untuk membuat terobosan-terobosan dalam kerja pengawasan pemilukada.

Keberadaan perguruan tinggi dan komponen mahasiswa adalah potensi besar yang harus dimanfaatkan oleh Bawaslu Riau untuk memantapkan kinerja Bawaslu mengawasi pelaksanaan Pemilukada.

Jumlah 70 perguruan tinggi yang tersebar hampir merata di 12 Kabupaten/Kota di Riau bukanlah angka yang kecil bila Bawaslu membuka diri dan komunikasi dengan simpul-simpul mahasiswa dan pimpinan perguruan tinggi.

Pertanyaannya, apakah mahasiswa di Riau begitu saja mau menyambut gayung rencana pemberdayaan mahasiswa sebagai pengawas pemilukada? Untuk menjawab pertanyaan ini, Bawaslu perlu melakukan pendekatan yang tepat dan mumpuni.

Membangun kepercayaan mahasiswa untuk terlibat aktif dalam pengawasan pemilukada tidak cukup dengan langkah-langkah konvensional seperti yang dilakukan Bawaslu selama ini, yakni pemasangan iklan di media cetak, elektronik, online, pemasangan spanduk dan upaya-upaya konvensional lain.
Upaya konvensional tersebut justru membangkitkan emosi mahasiswa untuk tidak mau terlibat aktif dalam proses politik dan pemerintahan.

Jangankan aktif mengawasi pemilukada, untuk memberikan hak pilihnya saja mahasiswa masih banyak yang bersikap apatis. Pasalnya mahasiswa yang menjadi agen sosial melihat apa yang dipublikasikan tidak sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi masyarakat di lapangan.

Mestinya Bawaslu harus sadar bahwa mahasiwa sudah cerdas dalam memahami kondisi politik dan pemerintahan serta dampak pemilukada dalam kehidupan yang senyatanya.
Bawaslu seharusnya mulai melakukan pendekatan kepada pengurus perguruan tinggi dengan membuat nota kesepahaman dan nota kesepakatan kerjasama (MOU) pengawasan pelaksanaan pemilukada.

Dengan begitu, bisa saja perguruan tinggi mengalihkan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) menjadi kegiatan pengawasan pemilukada dengan menyebar relawan mahasiswa untuk terlibat langsung mengawasi jalannya pemungutan dan penghitungan suara di setiap TPS. Lagi pula tidak aturan yang melarang Bawaslu untuk melibatkan komponen perguruan tinggi terlibat aktif mengawasi jalannya pemilukada.

Sebenarnya untuk Pemilukada tingkat Kabupaten/Kota, pelibatan mahasiswa sebagai pengawas pemilukada bukanlah hal yang baru. Di Kabupaten Garut misalnya, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) telah melibatkan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi lokal untuk membantu mengawasi pencoblosan hingga perhitungan suara Pemilukada Garut, 8 September 2013 lalu.

Alasan Panwaslu menggandeng mahasiswa karena terkendala keterbatasan anggota pengawas. Hal yang serupa juga pernah dilakukan di Pemilukada Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Serang.

Bola panas dan keputusan itu kini ada di tangan Bawaslu Riau apakah institusi tersebut masih memiliki komitmen kuat untuk mengawasi pemilukada putaran kedua dengan memberdayakan mahasiswa dan perguruan tinggi atau tetap berpangku tangan di tengah keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran yang dimilikinya.

Masyarakat Riau tentu menantikan sikap ksatria Bawaslu Riau untuk bergandeng tangan bersama mewujudkan Pemilukada yang jujur, bersih dan bermartabat. Semoga.#

Penulis adalah Almuni Melbourne Law School, The University of Melbourne Australia.  Kini Dosen Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.



 
 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved