Minggu, 28 April 2024
Pelaku Pembunuhan Wanita Tanpa Busana di Kampar Ditangkap, Ini Motifnya | 1.500 CJH Riau Ikuti Launching Senam Haji dan Launching Batik Haji | Sambut Tokoh-tokoh Kampar di Pekanbaru, Pj Bupati Dukung Bagholek Godang Masyarakat Kampar | Polsek Tambang Tangkap Pelaku Narkoba di Depan SPBU Rimbo Panjang | Mantan Bupati Inhil Indra Muchlis Adnan Meninggal Dunia, Pj Gubri Sampaikan Ucapan Duka | Kapolda Riau M Iqbal: Jangan Ada Lagi Diksi Kampung Narkoba di Pekanbaru, Sikat Habis!
 
Religi
Petuah Ramadhan DR H Ahmad Supardi
Ramadhan dan Pengentasan Kemiskinan

Religi - - Jumat, 22/03/2024 - 12:08:24 WIB

ISLAM adalah agama universal. Ia diturunkan Allah SWT kepada seluruh ummat manusia dalam rangka menyejahterakan, mendamaikan, dan menyelamatkan manusia.

Islam hadir untuk menciptakan suasana sejuk dan harmonis, bukan hanya di antara sesama ummat manusia tetapi juga bagi seluruh makhluk Allah yang hidup di muka bumi. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Dan Kami tidak akan mengutus kamu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi Rahmat bagi sekalian alam”.

Implementasi dari kehadiran Agama Islam sebagai Rahmat bagi sekalian alam ditunjukkan dengan ajaran-ajaran agama Islam baik yang bersumber dari Al-Qur’an maupun dari Al-Hadits Rasulullah SAW yang mengajarkan tentang kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat secara seimbang.

Hal ini tercermin dari Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash:
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan kampung akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. Al-Qashash : 77).

Senada dengan Firman Allah SWT tersebut, adalah Hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, “Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah- olah kamu hidup selama-lamanya. Dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu mati esok pagi.”

Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat secara seimbang, agama Islam mengajarkan agar umatnya selalu bekerja keras, baik dalam bentuk ibadah mahdah (berupa ibadah-ibadah formal seperti salat, puasa, zakat dan haji) maupun dalam bentuk ibadah ghairu mahdah (berupa infak dan sedakah kepada mereka yang mebutuhkan).

Ibadah adalah merupakan perintah-perintah yang harus dilakukan oleh ummat Islam yang berkaitan lang- sung dengan Allah SWT dan telah ditentukan secara terperinci tentang tata cara pelaksanaannya.

Kegiatan ibadah ghairu mahdah berupa amal jariah yang tiada putus-putus setelah kita meng- hilang dari muka bumi ini adalah perbuatan-per- buatan terpuji yang dijanjikan akan memeroleh balasan pahal di sisi Allah. Jika perbuatan itu dilaku- kan dengan ikhlas, semata-mata mencari keridlaan Allah.

Melalui sikap demikian, diharapkan nanti perbuatan-perbuatan tersebut berdampak positif bagi diri yang bersangkutan, bagi masyarakat, maupun bagi bangsa dan negara serta bagi agama Islam itu sendiri.

Hubungan Iman dengan Etos Kerja
Kerja keras atau dalam kata lain disebut dengan etos kerja adalah merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, sebab dengan etos kerja yang tinggi akan melahirkan produktifitas yang tinggi pula.

Oleh karena itulah maka agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kerja keras dan etos kerja, sebab hanya dengan itulah maka kebahagiaan di dunia dan di akhirat dapat diraih secara bersamaan.

Atas dasar hal-hal tersebut di atas, dapat ditarik benang hijau bahwa sesungguhnya antara peng- hayatan agama yang diwujudkan dalam bentuk iman yang sempurna, mempunyai hubungan timbal balik dengan etos kerja seseorang.

Seseorang yang memiliki iman yang sempurna dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan memiliki etos kerja yang tinggi. Etos kerja yang tinggi pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas yang tinggi, baik dalam pekerjaan maupun dalam kaitannya dengan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Hubungan timbal balik antara iman dan etos kerja tersebut dapat dilihat dari tiga teori sebagai berikut:

Pertama, kedalaman penghayatan agama mendorong tumbuh suburnya etos kerja sehingga kehidupan perekonomian ummat berkembang maju, sebab agama Islam mengajarkan menolong yang lemah dengan cara membayar zakat, infaq dan shodaqah (ZIS).

ZIS hanya dapat dibayarkan oleh yang memiliki kecukupan harta. Kecukupan harta hanya diperoleh orang yang memiliki etos kerja yang tinggi dan mau bekerja keras.

Kedua, kehidupan ekonomi yang berkembang maju akan menimbulkan hasrat untuk mendalami ajaran agamanya, sebab dengan ekonomi yang lebih maju memberikan kesempatan beribadah yang lebih lapang, seperti menunaikan ibadah haji, membangun sarana dan prasarana ibadah seperti masjid, langgar, mushalla dan surau yang lebih baik buat menempatkan diri melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.

Ketiga, penghayatan ajaran agama dengan etos kerja, memiliki hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi, yang tidak perlu dipersoaalkan mana yang paling dominan di antara keduanya. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat yang berkecukupan, umumnya memiliki kehidupan beragama yang lebih baik.

Sebaliknya masyarakat yang tidak berkecukupan dan apalagi terbelakang akan sulit mengembangkan kehidupan beragamanya secara baik.

Hal inilah yang disinyalir oleh Rasulullah SAW dalam salah satu Hadits: “Kefa- kiran/kemiskinan itu mendekatkan orang pada kekafiran.” Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah berujar: “Sekiranya kemiskinan itu berbentuk manusia maka saya akan membunuhnya.”

Etos Kerja Islami

Mengingat betapa pentingnya etos kerja, kerja keras dan peningkatan produktifitas dalam semua sektor kehidupan, baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan akhirat, ajaran agama Islam memiliki seperangkat nilai yang berkaitan dengan itu, antara lain adalah:

Pertama, bekerja keras merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perintah Allah dalam Al-Qur’an yang menyuruh untuk bekerja, seperti I’maluu artinya bekerjalah sampai-sampai Allah memerintahkan: “Apabila kamu telah selesai melaksanakan ibadah shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia dari Allah SWT.” Atau, apabila telah selesai satu urusan maka kerjakan urusan lain dengan sungguh-sungguh.

Kedua, tidak boleh menunda-nunda pekerjaan selama pekerjaan itu masih dapat dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan Firman Allah: “Apabila kamu telah menyelesaikan suatu pekerjaan, maka ber- segeralah untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain dan kepada Tuhanmulah kamu berserah diri.

Ketiga, salah satu prasyarat untuk terhindarnya ummat manusia dari kerugian yang sangat besar adalah dengan bekerja yaitu melakukan pekerjaan- pekerjaan yang baik yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan ‘Amilusshalihat (Amal Saleh).

Keempat, Nabi Muhammad SAW memerintahkan dalam salah satu haditsNya, agar hari ini ummat Islam menanam buah-buahan dan atau tumbuh- tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia, sekalipun dia tahu bahwa besok itu qiamat akan datang.

Kelima, bekerja secara produktif adalah merupakan ciri dan karakteristik seorang muslim yang terbaik sesuai dengan implementasi hadits Nabi, “Tangan di atas (yang memberi) adalah jauh lebih baik daripada tangan di bawah (yang menerima).

Oleh karena itulah pada hadits lain Nabi bersabda: “Andainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikulkan di atas punggungnya, hal itu jauh lebih baik daripada ia meminta-meminta pada seseorang yang kadang-kadang diberi dan kadang-kadang ditolak.”

Keenam, bekerja disamakan dengan Jihad Fi Sabilillah. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi, :”Kalau ia bekerja hendak menghidupkan anak-anaknya yang masih kecil, ia adalah jihad fi sabilillah.

Kalau ia bekerja untuk membela kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, iapun disebut jihad fi sabilillah. Kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, ia adalah jihad fi sabilillah. 

Ketujuh, agama Islam memandang bahwa sesungguhnya bekerja, memiliki etos kerja tinggi merupakan ibadah, atau sekurang-kurang ia ber- nilai ibadah di sisi Allah SWT.

Bantuan Usaha Produktif

Pemberian bantuan usaha yang bersifat produktif adalah bentuk usaha paling ideal dalam pandangan agama Islam, sebab ketika seseorang datang meng- hadap Nabi pada masa dahulu, mengadukan nasib kehidupan yang menimpanya, Nabi membantunya dengan usaha produktif.

Dalam hadis diceritakan bahwa Nabi Muhammad membantunya dengan sebuah kampak, sebab lelaki itu mempunyai keahlian mencari kayu bakar. Ini artinya adalah memberikan bantuan kepada seseorang, bukan dalam bentuk ikan yang siap dimakan, akan tetapi bantuan yang diberikan dalam bentuk pancing yang siap menangkap ikan.

Pemberian bantuan juga harus disesuaikan dengan keahlian si penerima bantuan, bukan disesuaikan dengan keinginan si pemberi bantuan.

Bantuan tidak boleh diberikan di luar kemampuan seseorang, sebab bantuan itu pada akhirnya akan mubazir dan tidak dapat dikembangkan. Seseorang yang memiliki keahlian di bidang pertanian, maka hendaklah yang bersangkutan dibantu dengan cangkul, sapi pembajak, traktor, bibit tani, pupuk, dan sejenisnya.

Seorang pedagang kecil, hendaklah yang bersangkutan dibantu sesuai dengan kebu- tuhan dan keahliannya, misalnya dengan bantuan modal usaha, yang dapat dikelola dan dikem- bangkannya.

Tentunya sangat tidak masuk akal, manakala pedagang kecil tersebut diberikan ban- tuan modal usaha Rp 1 Milliar. Hal ini akan memu- singkan dan bahkan membingungkannya.

Seorang muslim atau umat yang beragama, ketika mendapat bantuan usaha produktif, maka sikap pertama dan utama yang dilakukannya adalah bersyukur atas pemberian bantuan tersebut.

Bantuan itu dilihat bukan rezeki nomplok, tetapi di dalamnya ada rencana Tuhan yang harus disyukuri. Implementasi rasa syukur atas nikmat itu, yang utama adalah menggunakan dan mengembangkannya secara produktif sesuai dengan ridha ilahi.

Bantuan usaha yang diberikan tidak habis dimakan sekaligus, tetapi hendaknya dikembangkan sehing- ga menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi.

Jika seseorang diberikan bantuan seekor kam- bing, maka hendaklah kambing tersebut diternak- kan sedemikian rupa, sehingga berkembang biak dan beranak pinak.

Kebiasaan masyarakat kita adalah jika diberikan seekor kambing, maka satu bulan kemudian kambing tersebut disembelih, apakah untuk keperluan pesta perkawinan maupun keperluan lainnya. Hal yang sama berlaku pada perdagangan.

Jika seorang pedagang kecil diberi- kan bantuan modal usaha Rp 5 juta awal tahun ini umpamanya, maka hendaklah diupayakan agar awal tahun depan, modal usaha tersebut dapat berkembang dua atau tiga kali lipat. Dan begitu seterusnya.

Keluar Dari Kemiskinan

Kemiskinan adalah musuh paling utama dari sebuah negara bangsa. Oleh karena itu, maka tujuan dan tugas paling utama dari sebuah negara adalah mengeksploitasi dan mengarahkan segala potensi sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) untuk mengentaskan rakyatnya keluar dari kemiskinan.

Keberhasilan dari sebuah Negara, sangat tergantung pada kemampuan Negara itu dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, mengentaskan rakyat dari kemiskinan, meningkatkan ketersediaan lapangan kerja, dan mengatasi pengangguran.

Ketidakmampuan sebuah Negara dalam mengatasi masalah ini, menyebabkan sebuah Negara disebut sebagai “Negara Gagal.”

Kemiskinan, selain dari musuh Negara, juga adalah musuh utama dari setiap agama, baik agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Semua ajaran agama menghendaki umatnya keluar dari kemiskinan, dan bahkan tidak sedikit ajaran  agama  hanya  dapat  dikerjakan  dengan ketersediaan harta yang mencukupi.

Sebagai contoh dalam agama Islam, ibadah zakat dan Haji hanya dapat dilaksanakan dengan ketersediaan harta yang mencukupi. Ibadah shalat, yang dikenal sebagai ibadah yang paling murah sekialipun, hanya dapat dikerjakan dengan sempurna dengan ketersediaan harta, minimal kain untuk penutup aurat.

Oleh karena itu, maka tugas seluruh warga Ne- gara yang juga umat beragama, untuk dapat keluar dari kemiskinan, dengan bekerja keras, berfikir cer- das, bertindak tuntas, dan bersikaf ikhlas.

Di samping itu, pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk meningkatkan motivasi dan membangkitkan etos kerja tersebut, sehingga melahirkan masyarakat pekerja keras, bukan masyarakat pemalas, suka berangan-angan kosong, suka mengambil jalan pintas, suka main tebak-tebakan, berjudi, suka main togel, lebih banyak di warung kopi daripada di sawah atau di kebun dan sebagainya. Wallahu a’lam.
________
Penulis: Dr. H. Ahmad Supardi Hasibuan, M.A.
(Kepala Biro AUAK IAIN Metro)





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved