Jum'at, 26 April 2024
Polisi Gerebek Bandar Narkoba Kampung Dalam, Ada yang Mencebur ke Sungai dan Satu Orang Diamankan | Ketua LPTQ: Pekanbaru Berpeluang Besar Raih Juara Umum di MTQ ke-42 Tingkat Provinsi Riau | Tak Kantongi Izin, Disperindag Pekanbaru Segel Dua Gudang di Komplek Pergudangan Avian | laku Pencabul Bocah Hingga Hamil dan Melahirkan Ditangkap Polsek Siak Hulu | Lagi, Satnarkoba Polres Kampar Tangkap Pelaku Narkoba di Kebun Sawit Desa Kualu | KPU Provinsi Riau Buka Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubri-Wagubri 2024
 
Daerah
Dalam 16 Tahun, 100 Ribu Orangutan Terbunuh

Daerah - - Jumat, 16/02/2018 - 16:20:58 WIB
(Supplied: Marc Ancrenaz)
TERKAIT:

SULUHRIAU- Sekitar setengah dari jumlah orangutan di Pulau Kalimantan terbunuh atau pindahkan dari habitatnya antara tahun 1999 dan 2015.

"Itu merupakan kehilangan yang sangat besar," kata Profesor Serge Wich dari Liverpool John Moores University, salah satu penulis penelitian yang diterbitkan di jurnal Current Biology hari ini (16/2/2018).

"Angka ini lebih tinggi dari perkiraan dan kami mendasarkannya pada penelitian sebelumnya," ujar Profesor Wich.

Maria Voigt dari Max Plank Institute for Evolutionary Anthropology turut menulis laporan penelitian yang mengumpulkan data dari 38 lembaga internasional.

"Kami menggunakan data survei orangutan yang sangat luas untuk memodelkan persebaran mereka. Selain itu juga menemukan bahwa mereka mengalami penurunan lebih dari 100.000 ekor," kata Voigt.

"Kehilangan 50 persen (orangutan)," ujarnya.

Berdasarkan data mereka, Voigt mengatakan sekitar 70.000 sampai 100.000 orangutan yang tersisa di alam liar di Kalimantan.

Profesor Wich menjelaskan penurunan jumlah tersebut dihitung dengan menggabungkan survei sarang orangutan. "Penelitian yang kami lakukan memanfaatkan 16 data survei lokasi orangutan di Kalimantan," katanya.

"Di pulau besar seperti Kalimantan, tidak mungkin menjelajahi setiap pelosok hutan," tambah Prof Wich.

Tim peneliti mengisi kekosongan dengan melihat peta perubahan penggunaan lahan dan ancaman lainnya yang berdampak pada populasi orangutan.

Mereka memeriksa bagaimana perubahan tersebut mempengaruhi populasi di daerah yang memiliki data survei sarang.

Mereka kemudian menggunakan hasil data untuk memperkirakan bagaimana spesies tersebut tersebar di seluruh pulau.

"Kami menggunakan banyak tingkatan penggunaan lahan, tingkatan ancaman, seperti kepadatan populasi manusia, untuk memprediksi kepadatan di daerah yang tidak kami datangi," jelas Prof Wich.

Data menunjukkan ternyata jumlah orangutan lebih banyak daripada yang diperkirakan sebelumnya, namun jumlah yang terbunuh juga lebih besar.

"Pada tahun 1999, jumlah orangutan lebih banyak daripada yang kita duga," kata Prof Wich.

"Tapi juga kita telah kehilangan lebih dari yang kita perkirakan. Jadi seperti pedang bermata dua," ujarnya lagi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan menyebabkan seluruh populasi orangutan punah di beberapa tempat.
"Terjadi kehilangan paling parah di daerah kehilangan habitat, di mana terjadi deforestasi dan konversi," kata Voigt.

Namun, dia mengatakan hal ini hanya sekitar 10 persen dari jumlah orangutan yang mati.

Dalam hal jumlah, disebutkan bahwa lebih orangutan yang mati di hutan yang tersisa dan sebagian wilayah berhutan.

Para peneliti percaya bahwa hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas perburuan.

"Ini temuan yang sangat penting, karena mendukung penelitian sebelumnya bahwa pembunuhan dan perburuan adalah masalah besar. Bahkan mungkin merupakan penyebab terbesar selama periode ini," kata Voigt.

Prof Wich mengatakan sekitar 70 persen dari jumlah orangutan yang terbunuh berasal dari daerah berhutan.

"Berburu jadi persoalan yang meluas," katanya.

"Orangutan sering ditembak saat aktivitas perkebunan, saat mereka membuka pertanian skala kecil," jelasnya.

"Kita tidak menyadari bahwa masalah ini ternyata besar sekali," kata Prof Wich.

Ajun Profesor Erik Meijaard dari University of Queensland dan kelompok konservasi berbasis di Brunei, Borneo Futures, juga salah seorang penulis laporan penelitian ini.

Dia mengatakan telah menyoroti dampak perburuan selama dekade terakhir, setelah mengetahui banyak orang di Kalimantan membunuh orangutan untuk makanan.

"Mereka sering mengatakan kepada saya daging orangutan itu rasanya enak dan gurih," kata Dr. Meijaard.

"Penelitian kami saat ini menunjukkan bahwa kita secara kolektif gagal mengatasi ancaman paling penting, dan karena itu populasi orangutan terus berkurang di Kalimantan," ujarnya.

Prof Wich menjelaskan tim peneliti juga mencontohkan bagaimana populasi orangutan yang tersisa di Kalimantan akan meningkat selama tahun-tahun mendatang. Hasilnya tidak menjanjikan. "Kami memeriksa potensi penurunan orangutan melalui penggundulan hutan di masa depan, sampai tahun 2050," katanya.

"Bisa jadi pada periode sekarang sampai saat itu, kita kehilangan sekitar 45.000 orangutan melalui penggundulan hutan saja," jelasnya.

"Kami bahkan belum memasukkan potensi kerugian melalui perburuan dalam proyeksi tersebut ke depan," tambahnya.

"Itulah kekhawatiran utama - bahwa kita tidak memperhatikannya, sehingga kita tidak mengembangkan strategi konservasi untuk mengekang perburuan," jelasnya.

Namun, Voigt menambahkan ada beberapa hal menjanjikan bagi orangutan, seperti sejumlah populasi yang berhasil dilindungi di hutan sekitar perkebunan Malaysia. "Ada kepadatan orangutan yang tinggi, dan juga satwa liar lainnya," kata Voigt.

Dia menjelaskan pertemuan pemangku kepentingan belum lama ini dan rencana aksi baru di Malaysia dan Indonesia dapat membantu spesies tersebut.

Prof Wich berharap peningkatan kesadaran akan mengarah pada peningkatan konservasi.
"Ada peningkatan kesadaran di Indonesia dan Malaysia bagi masalah lingkungan secara umum dibandingkan sebelumnya," katanya.

"Ada beberapa kolaborasi menjanjikan antara konservasi dan industri - baik industri kelapa sawit atau perusahaa





 
 
 
Home | Daerah | Nasional | Internasional | Hukrim | Gaya Hidup | Politik | Sport | Pendidikan | Metropolis | Sosial Budaya | Kesehatan | Ekbis
Religi | Kupas Berita |Tokoh | Profil | Opini | Perda | DPRD Kota Pekanbaru | Tanjung Pinang-Kepri | Indeks
Pedoman Media Siber | Kode Etik Internal Perusahaan Pers |Redaksi
Copyright 2012-2021 SULUH RIAU , All Rights Reserved